Jumat, 25 November 2016

Pemimpin itu "Pelayan"

Berikut saya tampilkan dua alenia saja untuk isi artikel saya, jika pembaca ingin membaca selengkapnya bisa menghubungi saya secara pribadi :)

Opini di Majalah Praba edisi No.22-November-II-2016

Pemimpin itu "Pelayan"

Pemimpin itu layaknya seorang nahkoda. Nahkoda yang bertanggung jawab ketika mengemudikan sebuah kapal pada suatu pelayaran menuju ke tujuan tertentu dengan selamat. Nahkoda juga bertanggung jawab atas keselamatan seluruh penumpang dan seisi kapalnya. Dalam tugasnya yang sangat penting itu, seorang nahkoda membutuhkan kemampuan dan ketrampilan yang mendukung pelaksanaan tugasnya. Demikian juga halnya dengan seorang pemimpin. Pada unit terkecil mulai dari keluarga, RT, RW, kelurahan, kecamatan, kabupaten, propinsi, lembaga, organisasi, perusahaan bahkan suatu negara pasti membutuhkan seorang pemimpin.
Pemimpin yang baik mampu membawa orang-orang yang dipimpinnya menuju ke tujuan yang dicita-citakan dengan cara-cara yang benar. Karakter pemimpin yang jujur, bertanggung jawab, cerdas, bisa dipercaya, selalu berpikir positif, memiliki kesungguhan dan kematangan dalam berpikir merupakan sosok pemimpin yang menjadi harapan semua orang. Seorang pemimpin bisa dikatakan berhasil jika mampu membuat suatu perencanaan yang matang, mewujudkan kesejahteraan anggotanya dan mampu memberikan hasil kerja yang menguntungkan bagi orang-orang yang dipimpinnya. Kemampuannya yang mau memahami orang lain terlebih dahulu daripada dipahami, mampu menjadi modal dalam pengambilan keputusan yang lebih bijaksana. Setiap keputusan yang diambilnya harus demi kesejahteraan bersama dan terlebih mampu menciptakan suasana damai di wilayah yang dipimpinnya. Dengan kemampuannya dalam mengkomunikasikan secara baik setiap permasalahan yang ditemui maka permasalahan dapat dipecahkan dan dicari solusi yang terbaik bagi banyak orang. Seorang pemimpin harus mampu mengenali setiap potensi yang ada di wilayahnya agar bisa menjadi modal untuk pencapaian tujuan yang diharapkan. Sangat ideal memang kedengarannya. Namun, itulah harapan kita akan sosok seorang pemimpin. Pada kenyataannya belakangan ini kita disuguhi dan dipertontonkan dengan sosok para pemimpin yang jauh dari ideal. Seorang pemimpin yang hanya mementingkan kepentingan pribadi, tidak jujur, korupsi dan yang memanfaatkan jabatannya hanya untuk memperkaya dan mensejahterakan dirinya sendiri. Jabatannya sebagai pemimpin itu seolah-olah hanya sekedar jabatan saja yang melekat pada dirinya tanpa diimbangi dengan rasa tanggung jawab yang besar dan kesungguhan hati menghayati makna yang lebih dalam dari seorang pemimpin..... dan seterusnya....dan seterusnya....

"Good leaders  must first become good servants"
- Robert K. Greenleaf



"Ruang" baru untuk menulis


Di tengah suasana politik yang sedang hangat menjelang pilkada, saya tergelitik untuk menulis sebuah opini tentang makna seorang pemimpin. 
Puji Tuhan...
Karya saya diberi "ruang" di majalah Praba edisi No, 22 - November - II - 2016
Terima kasih majalah Praba. 
Terima kasih kakak guru yang telah mengarahkan dan membimbing saya untuk mengirimkan artikel ini ke redaksi Praba.

halaman 1

halaman 2
Atas permintaan seorang teman (Defi yang sedang berada di negri orang hehehe...) yang menginginkan agar artikel ini bisa dibaca, maka saya sertakan isi artikel tersebut (maaf hanya 2 alenia saja.... ).
Silakan klik link berikut Pemimpin itu Pelayan untuk cuplikan artikel tulisan saya. Jika menginginkan yang lengkap silakan menghubungi saya secara pribadi. 

Selamat membaca ...
Semoga bermanfaat dan menginspirasi :)









Rabu, 09 November 2016

Hidup dan (gaya) Hidup

"Orang tua rela hidup sederhana demi memenuhi kebutuhan putranya,
hanya demi sebuah gaya hidup"
-eve-

Rabu 9.11.16

Siang ini saya berbincang dengan seorang teman, beliau ibu dengan 2 orang putra, satu laki-laki dan satu perempuan. Kedua putranya sama-sama duduk di bangku SMA. Beliau membagikan kisahnya dalam membesarkan putra-putri mereka yang menginjak usia remaja. Beliau ekstra hati-hati menjaga putra-putrinya terutama dalam bergaul dengan teman-teman sekolah. Di jaman yang sudah semakin maju ini beliau mesti mengeluarkan uang ekstra untuk memenuhi kebutuhan sekolah mereka. Gaya hidup di kota seperti Yogyakarta ini bisa dibilang cukup tinggi. Bersekolah bersama berbagai teman dengan latar belakang keluarga menengah keatas, menuntut si Ibu untuk rela menomorduakan kepentingannya demi mencukupi kebutuhan putra-putrinya. Terkadang ibu cukup makan dengan lauk seadanya di rumah, sedangkan putranya bersama teman-temannya makan di rumah makan yang mewah sekedar untuk merayakan ulang tahun temannya. Di lain hal, kebutuhan putra-putrinya seperti sepatu, baju, tas, dll dituntut bermerk yang berharga tinggi. Pengaruh lingkungan sekolah membuat mereka untuk mengikuti gaya hidup mewah yang melebihi kemampuan keluarganya.

Anganku melayang dan pikiranku bertanya, 
Bagaimana jika orang tua tidak bisa memenuhi kebutuhan itu karena ekonomi keluarga yang kurang? 
Akankah anak merasa minder karena tidak bisa seperti temannya?
Atau orang tua akan merasa malu karena tidak bisa memenuhi keinginan anaknya?

Lepas dari semuanya ini kondisi semacam itu harus disikapi secara bijaksana. Tingginya harga-harga kebutuhan jaman sekarang memang menuntut orang tua untuk semakin cerdas dalam memanajemen keuangan dan mendahulukan kebutuhan daripada keinginan. Orang tua juga dituntut untuk semakin giat dan kreatif mengusahakan pemasukan bagi keluarga. Orang tua juga harus mengontrol permintaan anaknya dengan tidak selalu memenuhi setiap permintaannya.

Namun di lain hal anak juga harus diberi pengertian berkaitan dengan kemampuan ekonomi orang tuanya agar bisa memahami dan membedakan antara kebutuhan dan keinginan untuk pemenuhan gaya hidup semata. Anak juga perlu diajarkan untuk semakin menghargai kerja keras orang tua dan lebih mengutamakan tugasnya yakni belajar. Selain itu anak juga diajak untuk hidup hemat dan menghargai uang.

Memenuhi kebutuhan?
atau 
Memenuhi keinginan?


Mungkin kisah ibu itu juga menjadi kisah-kisah kebanyakan orang tua di luar sana.
Diatas semuanya itu anak juga diberi pemahaman untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan agar menghayati bahwa semuanya itu hanyalah sarana saja untuk hidup di dunia dan bukan yang utama. Dengan semua kebutuhan duniawi itu kita semua bisa semakin dekat dengan Tuhan, Sang Maha Empunya segalanya.***